ABDEE : DIHARAPKAN JADI ANGGOTA DPR, MALAH JADI GITARIS Dilarang main musik malah jadi pemusik, itulah Abdee Negara. Cowok kelahiran Donggala, 28 Juni 1968. Bokapnya, andi Cella Nurdin, mantan anggota DPR. Wajar kalo ia menginginkan Abdee, anak ketujuh dari delapan bersaudara, bisa ngikutin jejaknya. "Mungkin karena ortu gua melihat kakak gua yang juga main musik, sekolahnya gagal." Toh ia ngotot pengen pol-polan. Karena permintaannya untuk dibeliiin gitar nggak pernah dikabulkan, dia sempat berpikir diperlakukan diskriminatif oleh sang bokap. Beruntung hal itu nggak sampe menyurutkan niatnya untuk bermusik. Sejak SMP diam-diam Abdee sudah bergabung dengan teman-temannya yang berusia jauh lebih tua dan rata-rata sudah punya pengalaman. Abdee pun tambah pede waktu diberi kesempatan nyanyi sekaligus main gitar di pesta ultah adiknya. Dengan dalih sumpek dikampung halaman, Abdee ngerengek untuk nerusin sekolah ke SMU 1 Palu. Padahal ia mengincar fasilitas ngeband disana yang tentu saja lebih komplit ketimbang Donggala. "Gue pingin ngerasain pegang gitar elektrik itu kayak apa." Katanya jujur. Disana, ia memang sempat bikin Interview Band bareng Hengky Supit � mantan vokalis Whizzkid. "Dulu sebenarnya gue ngebet pengen jadi vokalis, tapi kalo pas nyanyi suara gue kedengaran ancur. Ya udah milih gitar aja," dia tertawa geli. Ketika itu sang nyokap yang sering ngasih duit kalo dia butuh buat beli senar gitar. Untung, sekolahnya nggak berantakan. Abdee bahkan pernah masuk ranking III dan lolos Sipenmaru (sekarang UMPTN). Keinginan main musik yg begitu kuat menyebabkan kuliahnya di Fakultas Ekonomi di Universitas tadukalo, Palu, Cuma dijalaninya sebulan. Tanpa gitar ditangan apalagi punya kenalan, Abdee ngabur ke Jakarta pada 1988. Sejak itu ortunya sadar niat Abdee nggak bisa dibendung dan mereka mulai mendukung. Sayang, pertemanan Abdee dengan dunia musik telah mengantarnya ke dunia alcohol. Padahal jujur saja dia mengaku Cuma pingin meniru artis kondang. Abis dengan teler dia serasa sudah jadi pemusik beneran. Sampai suatu hari seorang teman menegurnya. "Ngapainmabuk ? Musisi top itu terkenal dulu baru mabuk, Lu terkenal aja belum udah mabuk-mabukan." Kalimat itu sangat membekas dihatinya. "Sekarang kalimat itu yang selalu saya omongkan ke murid-murid saya kalo mereka mabuk," kata instruktur gitar ini. Sejak ikut Indra Lesmana Workshop,yg ditekuninya selama enam bulan, pergaulannya dengan musisi mulai luas. Adalah ote Abadi, gitaris kelompok Leo Kristi, yang pertama mengajaknya rekaman. "Gue punya gitar sendiri sejak jadi professional (dibayar) di musik. Sebelumnya pinjam sana-sini." Penggemar motorcross dan mincing ini sempat lepas gitar. Keterlibatannya sebagai stage manager dan music director pada rumah produksi milik penyanyi jazz Ermy Kulit, telah membuka matanya. "Ternyata musik itu bukan Cuma main gitar, tapi ada juga segi entertain dan bisnisnya," simpul suami Nita (26) dan bapak dari Andi Alanis (14 bulan). Dengan Ermy Kulit Cuma bertahan sebentar, ia segera menyambar kembali gitarnya. Dan menggelendanglah dari satu pub ke pub yang lain, bantuin banyak pemusik. Nah pergulatan itulah yang mengantarnya pada Slank. Sayang, sang bokap nggak sempat menyaksikan keberhasilannya. "Sebelum meninggal, dia bilang pengen melihat gue manggung. Tapi keinginannya itu nggak kesampaian," Abdee menerawang masa lalu. Ia pernah salah menafsirkan Slank sebagai grup yang nggak mampu memainkan blues (kecuali Pay). "Ternyata personel Slank itu anak Blues semua." Katanya. Secara musical, Abdee Negara mungkin memberikan kontribusi yang besar terhadap Slank. Tapi kehadirannya diakui telah membuat Slank lebih seger, kalo nggak boleh ditulis manis. |
IVAN : NOMOR SATU MUSIK, NOMOR DUA PACARAN Sejak kecil Ivanka, emang doyan musik. Kelas dua SMP udah mulai ngeband."Abis, informsi yang gue terima dari koran dan majalah, jadi anak band asyik," kata cowok kelahiran Jakarta 9 Desember 1971 itu. Tapi Ivan pantang menyerah, keinginan terjun ke dunia musik malah menggebu-gebu waktu tetangganya membeli perlatan musik, ditaro diterasnya pula. Siriklah dia. Semula dia sering kena damprat bokap kalo kepergok lagi latihan. Lama-kelamaan, bokapnya sendiri yang ngajarin main gitar. "Orang pertama yang ngajarin kenal instrumen, ya bokap gue," kata cowok yang pernah ikutan Festival Rock Sejawa Bali,1988 ini. Maklum acara ngeband waktu itu lagi ngetrend. Ivan jelas nggak mau ketinggalan. Karena terasa keasyikan, sekolahnya di SMU 17 Agustus , Jakarta nyaris berantakan. La bayangin aja, waktu pelajaran berlangsung dia malah asyik nulis lirik lagu di bangku belakang. Kelakuan serupa juga berlanjut saat Ivan kuliah di Sekolah Tinggi Transportasi (STMT) Trisakti, akibatnya ia Cuma mampu bertahan sampai semester V. Toh dia nggak menyesal di DO dari sana. "Kalo dipikir gue malah lebih berarti setelah nekad terjun ke dunia musik. Banyak banget yang gue dapat," alasannya enteng. Sebelum nyasar ke Slank, Ivan sempat gabung sama Abdee di grup Flash. Nggak lama kemudian pindah ke House of The Rising Sun band beraliran rock & roll itu sering banget main di Poltot. Sejak itulah, Ivan akrab dengan Bimbim dan kawan-kawan. Malah tahun 1993, ia diajak rekaman untuk album pertama Imanez Anak Pantai. Tahun 1997, Ivan ditawarin bergabung dengan Slank. Hatinya sempat bimbang karena waktu itu lagi akrab sama Bongky. Untunglah mantan pemain bass itu justru memberinya dorongan. "Gue bersyukur, banyak banget yang gue dapat begitu bergabung dengan Slank," katanya mantap. Keseharian Ivan boleh dibilang dihabiskan dengan nongkrong di Potlot. Kalo nggak latihan, nemenin Slanker, ato nyobain nulis lirik lagu. "selain itu ya pacaran," katanya semabri tertawa. Sebagai pemusik baru, otaknya sarat oleh gagasan. Bareng Slank, misalnya, dia pingin munculin musik etnik. "Lagu akan kedengaran lebih enak didengar." Dibanding dulu, Ivan sekarang cenderung peka sama lingkungan. Dia mulai sering ikut mikirin keadaan negeri yang makin nggak karuan, padahal dulunya cuek bebek. Kok sekarang berubah ? "Mungkin karena gue dekat dengan orang-orang yang kritis dan mau berpikir." Tak jarang Ivan berdiskusi dengan Slank, juga dengan teman-teman dirumahnya. Kalo baca koran, nonton TV bukan Cuma melahap informasi musik. Hasilnya antara lain bisa disimak lewat lagu ciptaanya pada album Matahati Reformasi, yaitu Naluri Binatang. Kayaknya Ivan emang berniat terjun total di musik. Dia siap mempertaruhkans segalanya. "Gue akan merasakan kepuasan kalo gue bisa menghibur penonton. Sangat asyik tu. Orang seneng karena terhibur, apalagi sampai histeris segala. Nggak bisa ditebus dengan uang berapapun, soalnya itu merupakan kenikmatan tersendiri," paparnya bangga. Dia juga berhasil meyakinkan ortunya bahwa keterlibatannya dimusik nggak seburuk yang mereka sangka. "Dulu gue sempat dilarang main band, karena anak band itukan identic dengan obat-obatan dan minuman keras. Padahal nggak semuanya begitu. Nah tugas berat gue yaitu nunjukin ke mereka bahwa gue nggak seperti yang mereka kira." Kini Ivan boleh dibilang sukses, meski mengaku belum berani "mempengaruhi" adik lelakinya untuk ngikutin jejak dia. "Soalnya dia udah telat, anak seusia dia kan mustinya udah jago main band." |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar